Diterjemahkan oleh : Ahmed Zain Oul Mottaqin
"Hajj Khanom (gelar untuk nyonya dalam bahasa farsi) saya meminta maaf pada anda. Orang yang akan mengunjungi rumah anda dalam beberapa menit lagi adalah Sayyid Khamenei." Kalimat itu belum terselesaikan ketika air mata ibu tua itu mulai mengalir. Sedangkan dua anak lelakinya Alfred dan Albert hanya terdiam berusaha mencerna kabar mencengangkan tersebut.
Pukul 06.30 malam, hanya ibu itu dan dua anaknya yang merupakan saudara sang martir Kristiani yang ada di rumah, sedangkan anak-anak dan cucu-cucu mereka sedang di Gereja malam itu.
Rumah mereka sangat kecil, dan ibu tersebut terlihat khawatir karena orang nomor satu di negerinya akan memasuki rumahnya.
"Ini hal yang biasa saja", beberapa petugas berusaha menenangkan sang ibu dan meminta izin untuk memindahkan sofa dan meja makan agar ada ruang lebih besar.
Seorang penjaga bertanya "Hajj Khanom, tidakkah kau ingat dulu pernah berkata ingin sekali bisa bertemu Pemimpin Tertinggi? Sekarang beliau yang akan mengunjungi rumah anda."
Ibu itu berkata "Aku berkata kepada semua orang bahwa aku sangat mengharapkan sang pemimpin akan mengunjungi kami ataupun kami yang mengunjungi beliau."
Tibalah sang pemimpin di rumahnya. Sang ibu beranjak menyambut, anak-anaknya maju ke depan untuk menyaksikan bahwa yang datang itu benar-benar Rahbar. "Salam untukmu, Salam untuk segenap rakyat Iran." Sang Pemimpin menjawab, "Semoga Tuhan melindungi kalian".
Ibu itu berkata, "Rumah sederhanaku terasa penuh. Aku sangat bahagia anda datang." Mulutnya seakan tersedak, lalu ia melanjutkan "Aku sering berkata pada semua orang bahwa sang Pemimpin juga milik kami (umat Kristiani). Apakah ia hanya milik Muslim? Ia milik semua orang."
Rahbar[Pemimpin Tertinggi] menyatakan permintaan maafnya karena datang sedikit terlambat, dan ia mengekspresikan
Pembicaraan terus berlanjut hingga sang ibu berbicara kecil pada putranya Alfred dalam bahasa Assyria, lalu Alfred dengan ragu-ragu bertanya kepada Rahbar, "Apakah anda makan kue buatan rumah?", Rahbar menjawab "Ya", tiba-tiba kebahagiaan luar biasa terpancar di wajah sang ibu. Jelas sang ibu sendiri yang telah membuatnya lalu dengan tangannya sendiri ia menyuguhkan kue tersebut kepada beliau.
Rahbar mengambil sepotong kue dan memakannya, lalu berkata kepada orang-orang, "Ini sangat lezat. Kalian tidak mau ikut makan?". Sang ibu dan kedua putranya terlihat sumringah dan sama-sama berkata, "Kami sangat bahagia anda menyukainya."
Sang ibu berkata, "Anda sebaiknya juga makan buah-buahan dan kacang." Lalu ia melanjutkan dengan nada malu-malu, "Rumah kami sangat kecil...". Tapi Rahbar tak membiarkan rasa malu ibu itu berlanjut, beliau berkata, "Hati manusia-lah yang seharusnya luas. Ketika manusia memiliki tujuan, maka akan tetap baik dimanapun ia tinggal: 'Jika kalian bersamaku, aku bahagia tak peduli dimanapun kita berada, bahkan jika kita tinggal di kedalaman sumur sekalipun (dari syair Jalaluddin Rumi).'"
Note: Jangan tanya kenapa beliau makan tangan kiri. Tangan kanan beliau lumpuh karena bom ranjau saat perang.
Sumber: Gw[saya] terjemahkan dari Khamenei.ir. Selengkapnya di Khamenei. IR
0 komentar:
Posting Komentar