Sebelum wafat, Syekh Siti Jenar sempat berpesan kepada para dewan wali atau Wali Songo bahwa kelak pada suatu zaman akan ada kerbo bule mata kucing (orang bule) naik dari laut. Itulah menjadi tanda musibah kepada anak cucu masyarakat Indonesia.
Ajaran Syekh Siti Jenar mempunyai efek khusus yang kita anggap sebagai insiden di antara pemuka-pemuka Agama Islam pada abad ke 16 M. Sebab ketika itu, lambat laun banyak orang-orang yang mengaji tasawuf/ hakiki mengikuti ajaran Syekh Siti Jenar, misalnya : perihal ilmu bedanya antara Kawula dan Gusti dan Tunggalnya Kawula dan Gusti.
Pengakuan Syekh Siti Jenar yang menganggap dirinya menyatu dengan Tuhan membuat Wali Songo di Jawa menggelar sidang menyikapi ajaran Syekh Siti Jenar.
Dalam sidang tersebut, Sembilan Wali sepakat menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar saat itu pun menyetujui putusan tersebut dan meminta agar hukuman segera dilaksanakan.
Saat itu, berdasarkan kesepakatan para wali, yang bertindak sebagai algojo adalah Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang diberikan oleh Sunan Gunung Jati.
Eksekusi mati terhadap Syekh Siti Jenar berlangsung di halaman Masjid Agung Cirebon secara terbuka, sehingga semua masyarakat dapat menyaksikan eksekusi tersebut.
Menurut cerita rakyat pula, sebelum eksekusi berlangsung, sempat ada kejadian mencengangkan. Yakni saat keris Ki Kantanaga dihujamkan ke tubuh Syekh Siti Jenar, terdengar suara keras seperti beradunya kedua besi yang sangat besar.
Lalu para wali saling tersenyum sambil berkata, Masa ada Allah seperti besi.
Syekh Siti Jenar kemudian menjawab, "Coba, tusuklah sekali lagi!
Ketika tusukkan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang tidak ada wujud jasadnya.
Para wali berkata kembali, "Masa matinya Allah seperti itu."
Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri kembali, sambil berkata, "Coba tusuk sekali lagi!"
Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah merah, dan para wali berkata kembali, "Masa matinya Allah seperti ...?
Pada saat itu Syekh Siti Jenar bangun, hidup kembali tanpa luka dan berkata, "Coba tusuk sekali lagi!
Kemudian pada tusukan keempat, Syekh Siti Jenar rebah, mati, dan dari lukanya mengalir darah putih. Seketika itu, para wali berkata kembali, "Masa matinya seperti cacing!, karena berkali-kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka, Syekh Siti Jenar berkata, "Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan Anda?"
Dan dijawab oleh seluruh wali, Biasa. Seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi seorang Insanul kamil.
Sesudah itu, ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh Siti Jenar seperti umumnya manusia, jasadnya mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau harumnya melati. (wallahu alam bishawab).
Ajaran Syekh Siti Jenar mempunyai efek khusus yang kita anggap sebagai insiden di antara pemuka-pemuka Agama Islam pada abad ke 16 M. Sebab ketika itu, lambat laun banyak orang-orang yang mengaji tasawuf/ hakiki mengikuti ajaran Syekh Siti Jenar, misalnya : perihal ilmu bedanya antara Kawula dan Gusti dan Tunggalnya Kawula dan Gusti.
Pengakuan Syekh Siti Jenar yang menganggap dirinya menyatu dengan Tuhan membuat Wali Songo di Jawa menggelar sidang menyikapi ajaran Syekh Siti Jenar.
Dalam sidang tersebut, Sembilan Wali sepakat menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar saat itu pun menyetujui putusan tersebut dan meminta agar hukuman segera dilaksanakan.
Saat itu, berdasarkan kesepakatan para wali, yang bertindak sebagai algojo adalah Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang diberikan oleh Sunan Gunung Jati.
Eksekusi mati terhadap Syekh Siti Jenar berlangsung di halaman Masjid Agung Cirebon secara terbuka, sehingga semua masyarakat dapat menyaksikan eksekusi tersebut.
Menurut cerita rakyat pula, sebelum eksekusi berlangsung, sempat ada kejadian mencengangkan. Yakni saat keris Ki Kantanaga dihujamkan ke tubuh Syekh Siti Jenar, terdengar suara keras seperti beradunya kedua besi yang sangat besar.
Lalu para wali saling tersenyum sambil berkata, Masa ada Allah seperti besi.
Syekh Siti Jenar kemudian menjawab, "Coba, tusuklah sekali lagi!
Ketika tusukkan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang tidak ada wujud jasadnya.
Para wali berkata kembali, "Masa matinya Allah seperti itu."
Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri kembali, sambil berkata, "Coba tusuk sekali lagi!"
Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah merah, dan para wali berkata kembali, "Masa matinya Allah seperti ...?
Pada saat itu Syekh Siti Jenar bangun, hidup kembali tanpa luka dan berkata, "Coba tusuk sekali lagi!
Kemudian pada tusukan keempat, Syekh Siti Jenar rebah, mati, dan dari lukanya mengalir darah putih. Seketika itu, para wali berkata kembali, "Masa matinya seperti cacing!, karena berkali-kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka, Syekh Siti Jenar berkata, "Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan Anda?"
Dan dijawab oleh seluruh wali, Biasa. Seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi seorang Insanul kamil.
Sesudah itu, ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh Siti Jenar seperti umumnya manusia, jasadnya mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau harumnya melati. (wallahu alam bishawab).
0 komentar:
Posting Komentar