Seorang teman bertanya, "benarkah di Islam katanya seorang yang syahid akan disambut 72 bidadari di surga ? Maaf ya, menurutku, kenapa semua itu dikaitkan ke hal yang berbau seksual ?"
Ini pertanyaan yang jujur hasil dari pemahaman yang dia dapatkan dari konsep Islam yang selama ini tampak di matanya. Dan dia tidak salah, patokan ini yang selalu didengung2kan radikalis dalam jihadnya. Saya juga sering menggoda ketika debat dengan mereka kok, bukan cuma yang non muslim saja.
Saya gambarkan dulu secara sederhana.
Bahasa yang ada dalam kitab suci maupun yang keluar dari lisan penyampainya, Nabi Muhammad Saw, sebenarnya adalah bahasa langit yang sudah di rendahkan serendah2nya, supaya pesannya sampai dan dimengerti oleh manusia.
Karena itu penggambarannya selalu melalui wujud2 yang dikenal manusia seperti kalimat2 sungai, taman, bidadari dan sebagainya supaya akal manusia bisa menggambarkannya. Bisa dibilang itu adalah kalimat metafora, membandingkannya dengan wujud yang dikenal manusia.
Ada contoh bahasa langit yang sulit digambarkan akal manusia, yaitu Bouraq. Bouraq ini adalah kendaraan Nabi Muhammad Saw saat Isra' miraj. Tidak ada seorangpun manusia yang mampu menggambarkan seperti apa bentuknya, karena tidak menemukan pembandingnya dari wujud yang dia kenal. Bayangkan kalau kitab suci menggunakan bahasa langit seperti ini dalam semua penggambarannya, bisa pusing pala bibib-bibib semua...
Nah, dengan penggambaran akan reward-nya, maka manusia akan berlomba2 menuju kebaikan. Sifat manusia yang hina selalu harus diiming-imingi sesuatu bahkan hanya untuk berbuat baik saja.
Apakah surga benar2 seperti yg digambarkan begitu, belum tentu juga. Pastinya jauh lebih indah dan keindahannya sulit di bayangkan oleh akal manusia. Begitu juga neraka.
Penggambaran yang tertuang akan 72 bidadari dan segala sambutan yang diterima oleh seorang syuhada, menggambarkan penyambutan besar2an yang menunjukkan betapa surga begitu bersuka-cita akan datangnya seorang yang berani mengorbankan jasadnya demi kemulyaan, karena menjadi syuhada itu sangatlah tidak mudah.
Penggambaran dalam riwayat itu diterima dengan mentah oleh kaum tekstual, sehingga mereka membayangkan akan bercinta terus menerus dengan bidadari sebagai istri2nya di surga. Dan itulah patokan mereka dalam kegiatan yg mereka namakan jihad. Identifikasi surganya salah, jihadnya jadi salah juga.
Karena kaum tekstual menerimanya dengan mentah, menyatakannya keluar dengan mentah juga, nah non muslim juga menerimanya dengan mentah2 sehingga mereka tertawa2 membayangkan betapa di Islam yang dibayangkan hanya seks belaka.
Jangankan masalah 72 bidadari, bahkan ada seorang ulama yang mereka anggap hebat di masa lalu menggambarkan kata "kursi" yang dimaksud dalam sebuah riwayat tentang kedudukan Tuhan, dengan kursi betulan dan Tuhan duduk di atasnya sehingga kursinya berbunyi kriet, kriet.. Ini kok jadi kayak kursi goyang dari kayu dan Tuhan tergambar bongkok juga sudah sangat tua.
Nah, kata "72 bidadari" dan keindahan seks di surga inilah yang selalu di pompakan oleh ulama2 tekstual kepada kaum radikal yang ngacengan. Mereka gak cukup dikasih 4 saja di dunia, kalau bisa mereka sign petisi ke Tuhan minta ditambah 20 lagi bidadari dari 72 yang di janjikan. Dan angan2 panjang tentang kenikmatan seksual ini terbawa terus ke perang. Mereka ingin cepat2 mati supaya bisa segera genjot semalaman.
Bahayanya, ketika mereka belum mati2 juga di medan perang, mereka harus menyalurkan nafsu seksualnya yang sudah diujung pedang. Akhirnya begitulah, mereka memperkosa wanita2 yang mereka temui di medan perang. Sifat jahiliyah mereka, persis seperti kakek buyutnya dahulu sebelum Nabi Muhammad Saw diturunkan untuk memperbaiki ahlak mereka.
Semoga penjelasan ini bisa me-minimalisir fitnah bahwa Islam tidak serendah yang dibayangkan.
Bahasaku terlalu vulgar ya ?
Gapapa-lah sekali2, mumpung malam mingguan. Asal tulisan ini jangan dibawa ke toilet karena dianggap stensilan. Yang jomblo, tolong pegangan dan singkirkan gedebog pisang.
0 komentar:
Posting Komentar